Ahad, 17 Julai 2011

PERBEZAAN ADAT PERPATIH DENGAN TEMENGGUNG.

Rumah adat Minangkabau

1. Memutuskan Perkara

Menghadapi sesuatu permasalahan dalam memutuskan perkara, PERPATIH NAN SEBATANG berpedoman kepada Tuah karena sekata, mulanya rundingan dimufakati, dilahir sudah sama nyata, dibatin boleh dilihat.
    Artinya sesuatu pekerjaan atau menghadapi sesuatu persolan terlebih dahulu hendaklah dimufakati, dimusyawarahkan. Hasil dari mufakat ini benar-benar atas suara bersama.

Sedangkan TEMENGGUNG  berdasarkan kepada Yang digaris yang dipahat, yang diukur yang dicoreng : baris boleh dilihat, cupak penuh gantangnya bumbung.
    Pengertian segala undang-undang atau peraturan yang dibuat sebelumnya dan sudah menjadi keputusan bersama harus dilaksanakan dengan arti kata “terbujur lalu melintang patah”.


2. Mengambil Keputusan
Dalam mengambil suatu keputusan adat PERPATIH NAN SEBATANG  berpedoman kepada  kata seorang dibulati, kata bersama kata mufakat, sudah dapat kata yang sebuah, pipih tidak bersudut, bulat tidak bersanding, terkurung makanan kunci, terpaut makanan lantak, seukur maka terjadi, sesuai maka dipasangkan, putus gayung karena belebas, putus kata karena mufakat, tumbuh dari bumi . Maksud dari sistem adat PERPATIH NAN SEBATANG ini yang diutamakan sekali adalah sistem musyawarah mencari mufakat.

Sedangkan TEMENGGUNG yang menjadi ketentuannya…Ttitik dari atas, turun dari tanggga, terbujur lalu melintang patah, kata sorang besar segala iya, ikan besar dalam laut ikan makannya, yang mengalir di palit yang menitik ditampung.

Istana Syultan Melaka

3. Pengganti Gelar Pusaka
Pada adat PERPATIH NAN SEBATANG, seseorang penghulu ( yang memakai gelar adat atau pusako ) boleh hidup berkerelaan, yaitu mengganti gelar pusaka kaum selagi orangnya masih hidup. Hal ini bila yang digantikan itu sudah terlalu tua dan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya sebagai pemimpin anak kemenakan. Dalam adat dikatakan juga lurah sudah dalam, bukik sudah tinggi.

 Sedangkan adat TEMENGGUNG  gelarnya itu baru bisa digantikan setelah orangnya meninggal dunia.


4. Kedudukan Penghulu
Pada adat TEMENGGUNG  ada tingkatan-tingkatan penguasa sebagai pembantu penghulu pucuk, berjenjang naik bertangga turun. Tingkatan penghulu dalam negeri ada penghulu andika, penghulu suku, dan penghulu pucuk. Penghulu pucuk inilah sebagai pucuk negeri. Berpucuk bulat berurat tunggang.

Sedangkan pada adat PERPATIH  semua penghulu (  kaum adat yang memakai gelar pusaka ) sederajat duduknya sehamparan, tegak sepematang.


5. Rumah Adat
Rumah adat TEMENGGUNG mempunyai anjuang kiri kanan berlabuh gajah di tengah-tengah. Anjung kiri kanan ada tempat yang ditinggikan. Ini dari lantai yang lain untuk menempatkan penghulu-penghulu sesuai dengan fungsinya atau tingkatannya. Lantai rumah gadang Koto Piliang ada tingkatannya. Maksudnya juga bila ada persidangan penghulu-penghulu tidak sama tinggi kedudukannya, dia duduk sesuai dengan fungsinya dalam adat.

Pada adat PERPATIH lantai rumah adat dan rumah gadang, lantainya datar saja. Semua penghulu duduk sehamparan duduk sama rendah, tegak sama berdiri.
Secara substansial, kedua sistem adat ini sesungguhnya sama-sama bertitik tolak pada azas demokrasi. Perbedaannya hanya terletak pada aksentuasi dalam penyelenggaraan dan perioritas pada hak azasi pribadi disatu pihak dan kepentingan umum dipihak lain. Suatu fenomena yang sudah sama tuanya dengan sejarah kebudayaan umat manusia sendiri.

Adat temenggung di sukai negeri2 yang beraja ( Syultan ), di nusantara ini kecuali negeri Sembilan yang mengamalkan adat perpatih , sedang disana tidak dipanggil  Syultan ( Raja ), melainkan  Yang dipertuan Besar.......

Tiada ulasan:

Catat Ulasan